Jangan cari salah orang. Salah sendiri banyak pun kita tidak sedar.
Jangan hina orang. Allah tidak pernah hina kita.
Jangan buka aib orang. Allah simpan aib kita sampai hari akhirat.
Jangan perlekehkan orang. Allah hargai setiap usaha hambaNya.
Jangan mengata orang. Mana tahu masa depan orang yang kita kata itulah yang akan menolong kita dalam kesusahan.
Jangan sakitkan hati orang. Doa orang yang teraniaya itu makbul.
Jangan bangga dengan amal ibadah kita. Hanya Allah yang tahu amal tersebut diterima atau tidak.
Jangan sombong dengan apa yang kita ada. Allah boleh tarik bila-bila masa.
Jangan bandingkan orang lain dengan kita. Allah bagi rezeki setiap orang itu berbeza.
Jangan sedih dengan kekurangan kita. Allah tahu apa yang terbaik uuntuk hambaNya.
* Klik Disini
Renung-renungkan dan sama-sama kita muhasabah diri.
Share on facebook
Facebook
Share on whatsapp
WhatsApp
* Gambar Sekadar Hiasan
Ilmu sebaik baik warisan
Adab akhlak sebaik baik pekerjaan
Taqwa sebaik baik bekalan
Ibadat sebaik baik perniagaan
Amal Soleh sebaik baik pendorong masuk syurga
Perangai yg terpuji sebaik baik teman di dunia dan akhirat
Sikap lemah lembut sebaik baik penolong
Qanaah sebaik baik kekayaan
Taufiq adalah sebaik-baik pertolongan
Kematian itu sebaik baik pendidik menuju perangai terpuji
*Klik Disini
Share on facebook
Facebook
Share on whatsapp
WhatsApp
* Gambar Sekadar Hiasan
Tersebut dalam syair
“Tarekah (jalan) para Imam Sufi Adalah (tarekah) yang baik, sahih lagi diriwayatkan (mempunyai sanad)”
(Ruj: Muhassil Al Maqasid oleh Imam Ibnu Zakriy)
“Tarekah adalah beramal dengan syariat dan mengambil azimah-azimah dalam syariat, menjauhi perkara dari sikap bermudah-mudah terhadap perkara yang tidak patut diambil mudah. Sekiranya kamu ingin berkata, maka katakan lah :
(Tarekah itu) menjauhi perkara yang dilarang samada (larangan) zahir dan batin, menunaikan perintah-perintah Ketuhanan sekadar kemampuan atau tarekah itu menjauhi perkara yang haram, yang makruh, berlebihan perkara harus, menunaikan segala ibadah fardhu dan yang mampu dari ibadah sunat dibawah bimbingan Guru yang Arifbillah (ahli nihayah)
(Ruj : Tanwir Al Qulub oleh Syaikh Amin Kurdi)
Share on facebook
Facebook
Share on whatsapp
WhatsApp
Di sudut pagi, Rasulullah tampak sangat ceria dan berseri-seri. Lalu, sahabat menanyakan kepadanya tentang apa yang membuat beliau terlihat gembira. Kemudian Nabi menjawab bahwa Jibril telah datang kepadanya dan berpesan, “Hai Muhammad jika ada seseorang memberi shalawat kepadamu sekali, maka Allah akan bershalawat untuk orang itu 10 kali, dan akupun akan bershalawat untuk orang itu 10 kali.”
Rasulullah bersabda, “Jika seorang berkirim salam kepada Allah untukku, maka Allah akan mengembalikan ruhku kepada tubuhku dan aku akan menjawab salam orang itu.” Lalu para sahabat bertanya, “Jika engkau sudah mati, maka tubuhmu akan membusuk dan hancur, lalu engkau akan kembali ke tubuh yang mana?” Rasul menjawab, “sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada bumi untuk memakan hancur tubuh nabi.” Hadis ini diambil dari hadis shahih, dapat dilihat dalam Fiqhu Sunnah karya Syekh Sayid Sabiq.
Sebagian ulama berpendapat bahwa jasad Nabi masih utuh dan tidak hancur sedikit pun hingga saat ini. Kalau ada seseorang yang bershalawat kepadanya, maka Allah akan mengembalikan ruhnya kepada jasadnya untuk bershalawat kepada orang yang telah memberinya shalawat itu. Dari ruh Nabi itu memancarkan gelombang energi cinta kepada orang yang bershalawat, berziarah dan berdoa untuk dirinya.
Seseorang tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi tentang sejarah Nabi dan pengetahuan tentang ajaran Islam untuk mendapatkan energi itu, karena energi Nabi itu akan hadir begitu saja sehingga menimbulkan gejolak emosional yang tak tertahankan. Maka, wajarlah jika kemudian banyak orang menangis terharu ketika mengucapkan shalawat kepada Nabi, apalagi ketika mereka menziarahi kuburan beliau di Madinah.
Tidak hanya Allah, para malaikat dan hamba-hamba-Nya yang saleh saja yang bershalawat kepada Nabi, tetapi semua makhluk yang lain pun melakukan hal yang sama. Alam pun ikut memberi shalawat. Seperti, awan yang selalu melindungi Rasul kemana pun beliau pergi, sehingga beliau tidak kepanasan dalam perjalanan. Peristiwa ini terjadi ketika beliau pergi bersama pamannya, Abu Thalib untuk berdagang ke Syam (Syiria). Ini merupakan bentuk ketundukan dan penghormatan alam kepada khairu anam (sebaik-baiknya manusia).
* Klik Disini
Demikian juga ketika Nabi akan menggunakan sepatu panjangnya untuk keluar rumah. Tiba-tiba seekor elang besar menyambar sepatu Nabi dan menerbangkan sepatu itu ke udara. Para sahabat yang menyaksikan peristiwa itu langsung berusaha untuk memanah elang itu, karena dianggap kurang ajar kepada Nabi. Namun, Nabi melarang memanah elang tersebut. Bebarapa saat kemudian, elang itu mengayun-ayunkan dan membalingkan sepatu itu di udara hingga keluar ular gurun berbisa dari dalam sepatu. Ular tersebut terlempar ke tanah dan sepatu itu pun jatuh menyusul kemudian. Ternyata, elang pun mampu menunjukan penghormatan dan penyelamatan untuk menjaga Rasulullah SAW. Sang elang tak mau melihat seekor ular berbisa menggigit kaki Nabi, hingga secepat kilat menyambar sepatu itu.
Kemudian, ada pula kisah yang diambil dari hadis sahih yang lain, yaitu ketika Nabi dan Abu Bakar Siddiq, serta dua orang sahabat yang lain tiba di gunung Uhud. Tiba-tiba terjadi gempa beberapa kali di sekitar bukit itu. Lalu, dengan serta merta Rasulullah menghentakkan kakinya ke tanah dan bersabda, “Wahai Uhud, di atasmu ada Rasulullah dan Abu Bakar Siddiq beserta dua orang sahabat yang akan mati syahid. Diamlah! (uskut!)” Tiba-tiba, gunung Uhud pun berhenti bergemuruh.
Begitu hormatnya alam terhadap Rasulullah, sehingga mereka diam dan taat mendengarkan perintahnya. Sehingga wajarlah jika dikatakan dalam Al-Quran bahwa Nabi Muhammad diutus ke dunia ini untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Tidak hanya manusia yang tunduk dan taat kepada Rasulullah, tetapi seluruh makhluk di dunia ini mendapatkan rahmat dari diri Rasulullah Saw. Allah berfirman, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam,” (QS Al-Anbiya [21]: 107).
Namun, pada saat yang sama, Nabi Muhammad adalah manusia biasa. Beliau juga makan, minum, tidur, pergi ke pasar, merasa sakit dan bersedih. Nabi dicaci-maki, dihina, dicemooh, dianiaya, dan dilempari kotoran, bahkan berkali-kali hendak dibunuh. Sehingga, tidak alasan sedikit pun bagi manusia untuk mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah adalah sesuatu yang mustahil dilakukan oleh manusia biasa.
Jadi, lengkaplah sudah jika Allah berfirman bahwa Muhammad adalah manusia biasa, tetapi dia tidak seperti manusia yang lainnya. Muhammad memang betul-betul menjadi figur yang tiada tandingnya, dan harus diikuti dan ditaati oleh makhluk yang lainnya. Jika, Muhammad bukan manusia biasa, mungkin banyak orang akan berdalih bahwa Muhammad memang patut melakukan ini dan itu, dan tidak bisa diikuti oleh manusia biasa. Muhammad adalah figur manusia yang sederhana dan bersahaja, meskipun dia mampu mendapatkan apa saja jika dia mau memintanya. Bahkan, beliau tidak segan-segan menolak untuk menerima pemberian dari orang lain, kerana merasa masih banyak orang lain yang lebih membutuhkan, padahal posisinya ketika itu sangat miskin.
Beliau sama sekali tidak menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Meskipun orang sudah mengusir, mengancam, menganiaya, dan menghinanya, tetapi Nabi tetap mendoakan orang tersebut agar sadar. Beliau bahkan mendoakan agar dosanya diampuni. Nabi menolak tawaran malaikat untuk membumihanguskan mereka, padahal jika dia mau, maka malaikat tinggal membalikan telapak tangannya. Bahkan, Abu Lahab yang telah banyak sekali menyakiti dirinya, justru dikunjungi Nabi ketika sakit. Muhammad selalu memberi maaf kepada orang yang pernah menyakitinya. Nabi Muhammad Saw. adalah figur seorang bapak, suami, kakek, pedagang, pemimpin, pendidik, dan penderma yang tiada duanya di muka bumi ini.
Wajarlah jika dikatakan oleh Siti Aisyah bahwa akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Quran. Keluhuran budi pekerti Nabi terpahat dalam ingat semua sahabat yang menyaksikan sepak terjang beliau, hingga menimbulkan kerinduan yang dalam bagi umat sepeninggalnya. Kita tidak akan menemukan figur beliau sampai kapan pun dan dimana pun, yang ada hanyalah pewaris-pewaris par nabi yang terus menerus memperjuangkan dakwah Islam, selalu mencontohkan akhlak rasul, dan mengajarkan ketakwaan kepada Allah Swt., mereka adalah para wali, ulama, guru-guru dan orang saleh yang mempunyai keimanan dan ketakwaan yang tinggi. Mereka yang kita sebut sebagai pewaris para nabi adalah mereka yang benar-benar jiwa dan raganya diabdikan untuk Allah dan perjuangan rasul-Nya.Tanpa bantuan mereka kita tidak dapat menikmati nikmatnya iman dan Islam yang kita miliki.
(Allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidina muhammad).
Share on facebook
Facebook
Share on whatsapp
WhatsApp
* Gambar Sekadar Hiasan
“Aku melihat pemilik ilmu hidupnya mulia , meskipun ia dilahirkan dari orangtua yang terhina. Dia terus menerus terangkat hingga pada derajat tinggi dan mulia. Umat manusia mengikutinya dalam setiap keadaan, seperti pengembala kambing ke sana sini diikuti hewan ternaknya. Tanpa ilmu umat manusia tidak akan merasa bahagia dan tidak akan mengenal halal dan haram.”
“Diantara keutamaan ilmu kepada penuntutnya adalah semua umat manusia dijadikan sebagai pelayannya. Wajib menjaga ilmu laksana orang menjaga harga diri dan kehormatannya. Siapa yang mengemban ilmu kemudian dia titipkan kepada orang yang bukan ahlinya karena kebodohannya, maka dia akan mendzoliminya.
“Wahai saudaraku, ilmu tidak akan diraih kecuali dengan enam syarat dan akan aku ceritakan perinciannya dibawah ini: Cerdik, perhatian tinggi, sungguh-sungguh, bekal, dengan bimbingan guru dan panjangnya masa. Setiap ilmu selain Al-Qur’an melalaikan diri kecuali ilmu hadits dan fikih dalam beragama. Ilmu adalah yang berdasarkan riwayat dan sanad maka selain itu hanya was-was setan.”
* Klik Disini
“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru. Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya. Siapa yang belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar, Dia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya. Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya, Maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya. Demi Allah hakikat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa. Bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.”
“Ilmu adalah tanaman kebanggaan maka hendaklah Anda bangga dengannya. Dan berhati-hatilah bila kebanggaan itu terlewatkan darimu. Ketahuilah ilmu tidak akan didapat oleh orang yang pikirannya tercurah pada makanan dan pakaian. Pengagum ilmu akan selalu berusaha baik dalam keadaan telanjang dan berpakaian. Jadikanlah bagi dirimu bagian yang cukup dan tinggalkan nikmatnya tidur. Mungkin suatu hari kamu hadir di suatu majelis menjadi tokoh besar di tempat majelsi itu”.
(Diwan Imam Syafii).
Share on facebook
Facebook
Share on whatsapp
WhatsApp
* Gambar Sekadar Hiasan
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Berbahagialah orang yang mengakui nikmat Allah SWT di hadapan-Nya dan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada-Nya. Lalu, dia juga melepaskan dirinya dari segala sebab dan kekuatan dirinya. Orang yang berakal adalah orang yang tidak pernah menghitung-hitung amalnya kepada Allah SWT dan tidak mengharap balasan dari-Nya dalam segala hal.
Sungguh celaka, jika engkau beribadah kepada Allah SWT tanpa disertai ilmu, engkau bersikap zuhud tanpa ilmu, dan engkau mengambil dunia tanpa ilmu. Itulah sesungguhnya hijab dalam hijab, murka dalam murka. Engkau tak mampu membedakan antara yang baik dan buruk. Engkau tak mampu memisahkan apa yang bermanfaat bagimu dan apa yang membahayakan dirimu.
* Klik Disini
Ingatlah bahwa semua itu adalah akibat dari kebodohan dirimu terhadap hukum Allah. Sebab engkau telah meninggalkan sikap berbakti kepada para guru, guru amal dan guru ilmu, yang menunjukkan jalan kepada Allah. Engkau telah menjadikan berbicara sebagai nombor satu, sedangkan beramal sebagai nombor dua. Padahal, dengan amal kalian sampai (wushul) kepada Allah SWT.
Tidaklah akan sampai orang yang ingin mencapai sesuatu kecuali dengan ilmu, dengan sikap zuhud dalam perkara dunia, serta berpaling dari dunia, baik hati dan badannya. Orang yang bersikap zuhud akan mengeluarkan dunia dari tangannya.
Orang yang zuhud yang kuat dalam kezuhudannya akan mengeluarkan dunia dari hatinya. Mereka zuhud dalam perkara dunia dengan hatinya sehingga sikap zuhud menjadi watak mereka, lahir dan batin. Pada saat itu, padamlah api tabiatnya, pecahlah hawa nafsunya, tenanglah jiwanya, dan dia terhalang dari keburukan.”
(Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani)
Share on facebook
Facebook
Share on whatsapp
WhatsApp
* Gambar Sekadar Hiasan
Syekh Ibnu Ath’illah menjelaskan: “Ingatlah, jangan sampai engkau ikut mengatur bersama Allah. Orang yang ikut mengatur bersama Allah seperti orang yang diutus majikannya ke suatu daerah untuk membuatkan beberapa baju baginya. Si pelayan itu pun pergi ke daerah tersebut dan setibanya di sana ia bertanya: ‘Di mana aku akan tinggal? Siapa yang akan kunikahi?’
Ia sibuk dengan berbagai urusan itu sehingga melupakan mengerjakan tugas yang diamanatkan majikannya. Ketika dipanggil pulang, balasan yang akan ia dapat dari majikannya adalah pemecatan dan murka sang majikan. Itulah balasan bagi orang yang sibuk dengan urusannya sendiri sehingga lalai terhadap hak sang majikan. Wahai mukmin, keadaanmu pun seperti itu. Allah telah mengirimmu ke dunia ini. Dia memerintahkanmu untuk mengabdi kepada-Nya. Pada saat yang sama, Dia juga mengatur dan mengurusi semua kebutuhanmu.
Tapi, jika engkau sibuk dengan urusan sendiri sehingga melalaikan hak-hak Tuhan, berarti engkau telah menyimpang dari garis petunjuk dan meniti jalan kebinasaan. Orang yang ikut mengatur bersama Allah dan orang yang menyerahkan urusan kepada Allah seperti dua pelayan raja. Pelayan pertama sibuk memenuhi perintah raja. Ia tidak dipalingkan oleh urusan pakaian dan makanan, dan yang ada di benaknya hanyalah bagaimana mengabdi dengan baik kepada sang majikan. Ia tidak sibuk dengan urusan dan kepentingan dirinya sendiri. Sementara, pelayan kedua banyak disibukkan urusan dan kepentingan dirinya sendiri sehingga setiap kali dibutuhkan oleh sang majikan, ia malah sibuk mencuci pakaiannya, berkendara, atau memperbagus pakaiannya.
Tentu saja pelayan pertama lebih berhak mendapat perhatian sang majikan daripada yang kedua. Si majikan tidak membeli pelayan itu kecuali agar ia mengabdi kepadanya. Demikian pula hamba yang cermat dan mendapat taufik. Ia lebih sibuk menunaikan hak-hak Allah dan menjalankan perintah-Nya ketimbang memperhatikan keinginan dan tuntutan pribadi.
Dalam kondisi semacam itu Allah yang akan mengurusi semua kebutuhannya dan akan memberinya berbagai karunia karena ia jujur dan bertawakal. Ini sesuai dengan firman Allah: ‘Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Dia mencukupinya.’ (QS At-Thalaq 65: 3). Sementara, orang yang lalai tidak seperti itu. Ia akan selalu sibuk mencari dunia dan berbagai hal yang dapat memenuhi keinginan nafsunya”.
“Mahukah kamu aku tunjukkan orang yang Haram baginya disentuh api neraka?”
Para sahabat berkata, “Mahu, wahai Rasulallah!”
Beliau menjawab: “yang Haram tersentuh api neraka ialah orang yang Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl.”
* Klik Disini
H.R. Al-Tirmidzi dan Ibnu Hiban.
Hayyin Orang yang memiliki ketenangan dan keteduhan Zahir maupun Batin. Tidak mudah memaki, melaknat serta teduh jiwanya.
Layyin Orang yang lembut dan santun, baik dalam bertutur-kata atau bersikap. Tidak kasar, tidak semaunya bersendiri. Lemah lembut dan selalu menginginkan kebaikan untuk sesama manusia.
Qarib Akrab, ramah diajak bicara, menyenangkan bagi orang yang diajak bicara dan murah senyum jika bertemu.
Sahl Orang yang tidak mempersulit sesuatu. Selalu ada penyelesaian bagi setiap permasalahan.
Gerak ketaatan merupakan tanda makrifat (mengenal Allah), sebagaimana gerak badan merupakan tanda kehidupan.
* Klik Disini
Maksudnya, seorang hamba yang menjalani ketaatan pada Allah merupakan bukti bahwa dia mengenal Allah (bermakrifat) dengan baik. Semakin sering orang melaksanakan ketaatan, semakin tinggi tingkat makrifatnya terhadap Allah SWT. Sebaliknya, jika seseorang sedikit menjalankan ketaatan, sedikit pula pengetahuannya terhadap Allah SWT. Itu karena, kondisi lahir seseorang adalah cermin dari batinnya”.
(Nasha’ihul-‘Ibad karya Imam Nawawi Al-Bantani).
Share on facebook
Facebook
Share on whatsapp
WhatsApp
* Gambar Sekadar Hiasan
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abdullah bin Abbas, bahwa Rasulullah bersabda apabila hendak mendatangi (baca: bersetubuh, berjimak, berhubungan intim, bersenggama) dengan pasangan maka berdoa:
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami.”
Demikian doa bersetubuh sesuai sunnah ajaran syariat Islam. Semoga kita sekeluarga senantiasa diberi perlindungan Allah dari gangguan syetan yang terkutuk. Amin.